Begini Rasanya Kuliah Online Beda Negara
Buat sebagian orang kuliah di luar negeri itu ada sensasi tersendiri. Perbedaan bahasa dan budaya, zona waktu, cara belajar, dan masih banyak lagi perbedaan yang baru bisa dirasakan kalau sudah terjun langsung ke bidangnya.
Namun angkatan 2020, atau yang biasa orang sebut sebagai angkatan “corona”, masih harus bersabar karena sepertinya Covid-19 masih belum mau pergi dari bumi ini sehingga mengharuskan kita belajar dan bekerja di rumah secara online. Pastilah kita sudah tidak asing lagi dengan aplikasi semacam Zoom, Google Meet, atau VooV Meeting. Buat yang merasa asing dengan aplikasi yang terakhir saya sebut, aplikasi ini memiliki fungsi yang sama seperti Zoom dan sama-sama bisa diunduh lewat Play Store.
Jadi hari ini saya akan membagikan pengalaman saya berkuliah online di salah satu negara di Asia Timur yang terkenal akan tingkat kesulitan bahasanya, Republik Rakyat China. FYI, saya masih semester tiga ya.
Negara yang terkenal akan hewan panda yang imut ini merupakan tempat di mana saat ini saya sedang menempuh pendidikan sarjana jurusan keguruan dan pendidikan bahasa mandarin di Huaqiao University, Xiamen. Sejak dimulainya masa perkuliahan online, tentu saya harus membiasakan diri dengan segala aturan kampus yang berlaku. Mulai dari bahasa pengantarnya yang full mandarin, zona waktu yang berbeda (GMT+8), dan yang harus diperhatikan adalah mengunduh aplikasi belajar di luar Playstore seperti gambar di bawah ini.
Ket. :
- 腾讯会议 (Téngxùn huìyì)
- Superstar/学习通 (Xuéxí tōng)
Biasanya 学习通 digunakan untuk mengisi absensi, namun tidak semua dosen menggunakan aplikasi ini. Oh ya, untuk berkomunikasi kami menggunakan WeChat. Kegiatan kuliah pada umunya dengan VooV. Untuk aplikasi nomor satu belum pernah dipakai. Sisanya itu aplikasi tambahan.
Jadi apa rasanya kuliah online beda negara?
Melelahkan.
Setiap hari menatap layar gadget tentulah membuat mata lelah. Bahkan saya sampai harus berkonsultasi dengan dokter mata akibat mata kering. Ditambah juga harus menyumpal telinga dengan earphone atau headset agar suara dosen bisa terdengar jelas. Belum lagi suasana rumah yang tidak setiap hari tenang. Beberapa teman saya dari luar kota seringkali mengalami koneksi buruk yang membuat mereka tidak bisa sepenuhnya mendengarkan penjelasan dosen.
Ada seorang teman sekelas dari Myanmar yang sejak semester dua tidak bisa sepenuhnya mengikuti jadwal perkuliahan. Seperti yang diketahui bahwa Myanmar sedang dilanda masalah antara warga dengan kelompok militer. Akibat dari masalah itu jaringan internetnya tidak sepenuhnya lancar. Jadi setiap hari kegiatan kuliah harus direcord oleh salah satu teman, lalu hasil record itu yang akan dipakai untuk mengejar kuliahnya yang tertinggal itu.
Nah, enaknya kuliah online itu tak lain dan tak bukan adalah bisa belajar sambil rebahan, sambil makan, sambil buka sosmed pun juga bisa, asal sigap menjawab jika tiba-tiba dipanggil dosen. Inilah mengapa saya merasa kuliah online itu tidak sepenuhnya buruk.
Untungnya lagi dosen saya tidak pernah mewajibkan on-cam seperti kebanyakan teman saya yang berkuliah di Jakarta. Pernah suatu kali di tengah pelajaran saya kelaparan. Jadilah saya memasak Indomie sambil membawa HP yang menyala ke dapur menampilkan PPT dari dosen. Enaknya juga di pertengahan pelajaran biasa diberi waktu istirahat 10 menit, lumayan bisa memejamkan mata sebentar.
Kalau kalian berpikir kuliah online itu membuat kita ansos (anti sosial), ya tidak sepenuhnya salah sih. Begini, kalau selama kuliah kita jarang ngobrol dengan teman sekelas atau sekedar nimbrung “wkwk” di grup chat ya jelas kita tidak akan punya teman. Mungkin ini klise tapi ikut organisasi itu tidak ada salahnya loh untuk menambah koneksi dan ilmu baru. Tambahan, jangan lupa untuk ikut webinar supaya makin terbuka pikiran kita akan ilmu baru.
Sampai disini dulu cerita saya. Kesimpulannya, kuliah online itu ada enak dan tidaknya, yang terpenting itu selalu bersyukur di segala keadaan dan semoga pandemi segera usai agar bisa Kembali ke kehidupan normal lagi.
—
Ditulis oleh Melanni Octavian, kuliah di Huaqiao University, dari Jakarta.
Ingin tulisanmu tampil di sini? Kirim pada kami.